1. Pengertian urusan perusahaan
Kita teah mengetahui bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan, sedangkan perusahaan sebagaimana pendapat Molengraaff adalah jika secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh keuntungan dengan menggunakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Jadi, yang dimaksud dengan urusan perusahaan (handelszaak) adalah segala sesuatu yang berwujud benda maupun bukan bukan benda, yang termaksud dalam lingkungan perusahaan tertentu, misalnya: gedung-gedung, mebel, alat-alat kantor, mesin-mesin, buku-buku, barang-barang dagangan, piutang, dan lain-lain. Dari sudut ekonomis, urusan perusahaan itu merupakan satu kesatuan yang bulat, sebab kalau tidak, perusahaan itu akan hancur. Meskipun dari sudut ekonomis, perusanahaan itu mutlak harus merupakan satu kesatuan yang bulat, tetapi dari segi yuridis, perusahaan itu belum tentu merupakan satu kesatuan, sebab segala sesuatu yang merupakan urusan perusahaan itu mempunyai peraturan sendiri, yang masing-masing berbeda dengan yang lainya, terutama mengenai peraturan penyerahannya, misalya: peraturan penyerahan benda tetap ( tidak bergerak) adalah tidak sama denan peraturan peyerahan bergerak. Mengenai kesatuan urusan-perusahaan ini dari sudut juridis ada beberapa pendapat, diantaranya:
1. Molengraaff mengatakan: Bila dengan nama”zaak” itu dimaksudkan benda-benda, diantara benda-benda itu ada hubungan yang erat, mungkinlah kesemuanya itu dianggap satu kesatuan urusan menurut hukum yang disebut “rechtszaak”
2. Prof. Soekardono berpendapat bahwa urusan perusahaan itu baru merupakan satu kesatuan menurut hukum, bila bentuk perusahaan itu merupakan sebuah badan hukum.
2.Wujud dari urusan perusahaan
Wujud dari urusan perusahaan itu dapat dibagi atas beberapa jenis:
1. Benda tetap (tak bergerak)
a) Yang bertubuh: tanah,ckapal terdaftar, gedung diatas tanah milik dan lain-lain.
b) Yang tidak bertubuh: hipotik dan lain-lain
2. Benda bergerak:
a) Yang bertubuh: mebel, mesin-mesin, mobil, alat telekomunikasi, buku-buku, barang dagangan dan lain lain.
b) Yang tidak bertubuh: piutang, gadai, nama perusahaan, merek, patent, goodwill dan lain-lain.
3. Yang bukan benda: utang, langganan, rahasia perusahaan, relasi dan lain-lain.
3.Hubungan Antara Harta Kekayaan Perusahaan dan Harta Kekayaan Pribadi
Banyak orang berpendapat bahwa harta kekayaan perusahaan itu harus dipisahkan dengan harta kekayaan pribadi. Pendapat ini tidak dibenarkan oleh Polak dan Molengraaff, karena:
1. Pasal 1131 KUHPER menetapkan bahwa seluruh harta kekayaan debitur yang tetap maupun yang bergerak, baik yang telah ada, maupun yang akan diperolehnya, merupakan jaminan bagi seluruh perikatan-perikatan pribainya.
2. Pasal 1132 KUHPER menetapkan bahwa harta kekayaan itu (pasal 1131 KUHPER) merupakan jaminan bagi semua krediturnya bersama-sama. Hasil penjualan dari harta kekayaan itu dibagi-bagi menurut imbangan besar-kecilya piutang masing-masing, kecuali bila diantara para krediur itu mempunyai alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
3. Pasal KUHD mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan membuat pembukuan, yaitu catatan mengenai harta kekayaan pribadi maupun harta kekayaan perusahaanya, sedemikian rupa sehingga tiap saat dapat diketahui hak dan kewajiban pengusaha itu.
4. Pasal 19 peraturan kepailitan ( S. 1905-217) menetapkan bahwa kepailitan itu tidak hanya mengenai seluruh harta kekayaan debitur pada saat dinyatakan pailit, tetapi mengenai juga harta kekayaan yang didapat selama kepailitan berjalan.
5. Pasal 18 KUHD menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu dari persekutuan firma bertanggungjawab secara pribadi untuk seluruh perikatan dari persekutuan firma itu.
Tetapi bila perusahaan berbentuk badan hukum, maka harta kekayaan perusahaan itu seluruhnya merupakan satu kesatuan yang bulat, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para sekutu-sekutunya.
4. Urusan Perusahaan yang Dapat Dijual
Dasar hukum yang mengatur mengenai urusan perusahaan yang dapat dijual secara en bloc belum ada, tetapi par analogiam dapat ditunjuk pasal 1537 KUHPER, yang memperbolehkan penjualan harta warisan tanpa perincian, dan pasal 1533 KUHPER, yang menentukan bahwa penjualan piutang itu berikut segala sesuatu yang melekat padanya seperti: jaminan, hak istimewa, hak hipotik dan lian-lain. Meskipun urusan perusahaan itu dapat dijual secara en bloc(bersama-sama sehingga merupkan satu keatuan) tetapi tidak dapat diserahkan secara en bloc, sebab tiap-tiap benda itu mempunyai cara penyerahannya sendiri-sendiri, yang dapat diperinci sebagai berikut:
1. Penyerahan barang-barang bergerak bertubu (lichamelijik roerende zaken), cukup dengan penyerahan dari tangan ke tangan ( hand by han), atau dengan menyerahkan kunci gudang, dimana barang-barang yang diserahkan itu kepada di dalamnya ( pasal 612 KUHPER).
2. Penyerahan surat piutang atas nama atau benda tak bertubuh lainnya, dilaksanakan dengan cessie, yaitu dengan akta otentik atau akta dibawah tangan, yang khusus dibuat untuk memindah tangankan piutang atau benda tak bertubuh itu, dan harus diberitahukan kepada debitur ( pasal 613-(1) dan (2) KUHPER).
3. Penyerahan surat piutang atas pembawa (aan toonder) cukup dengan penyerahan dari tangan ke tangan ( hand by hand), sedangankan penyerahan surat piutang atas pengganti (aan order) harus disertai dengan andosemen ( pasal 613-(3) KUHPER).
4. Penyerahan benda tetap yang berwujud tanah, diatur dalam PP No 10 tahun 1969 ( LN 1969-28)
5. Penyerahan benda bergerak khusus, misalnya: kenderaan bermotor dan lain-lain diatur dengan peraturan tersendiri secara khusus untk kepentingan ketertiban dan perpajakan.
1. Penyerahan Benda Bergerak
Penyerhan itu adalah perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum pindahya hak milik. Penyerahan benda-benda bergerak diatur dalam pasal 612, 613 KUHPER dan peraturan-peraturan khusus lainnya. Adapun isi pasal 612 dan 613 KUHPER dapat dirincikan sebagai berikut:
a) Penyerahan benda bergerak yang bertubuh data dilakukan:
· Secara fisik dari tangan ke tangan ( hand by hand)
· Dengan penyerahan kunci gudang, dimana benda itu berada
· Tidak perlu diserahkan, bilamana benda yang akan diserahkan itu adalah sudah ada didalam kekuasaan si penerima atas dasar alias (title) lain.
b) Penyerahan piutang atas nama atau benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan cara membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan (cessie), dengan mana hak kebendaan itu diserahkan kepada orang lain. Cessie itu harus diberitahukan, diakui atau disetujui oleh debitur, agar cessie itu berlaku bagi debitur.
c) Penyerahan piutang atas pembawa (aan toonder), cukup diserahkan secara fisik (hand by hand), sedang penyerahan piutang atas pengganti (aan order) harus dilakukan dengan cara andosemen dan penyerahaan fisik.
2. Penyerahan benda tetap
Penyerahan benda tetap pertama kali diatur dalam”overschrijvingsordonnantie” (S.1834-27), yaitu suatu ordonansi yang mengatur balik nama benda tetap dan mendaftar hak hipotik di Indonesia. “Overschrijvingsordonnantie” itu mengatur balik nama tanah-tanah yang berstatus/berkedudukan hukum eropa, sedang balik nama mengenai tanah yang berkedudukan hukum adat diatur menurut hukum adat. Pengaturan overschrijvingsordonnantie itu mempunyai stelsel negative, artinya pihak ketiga masih diberi hak untuk menuntut tanah atau benda tetap yang sudah didaftarkan. Tuntutan itu harus diajukan kepda hakim yang berwenang. Ini berarti bahwa pendaftaran itu tidak menimbulkan suatu suatu hak milik mutlak, karena terhadap tanah yang sudah didaftarkan itu masih ada kemungkinan bagi pihak ketiga untuk menuntutnya. Overschrijvingsordonnantie itu menganut sistem pasif karena pendaftar dalam peraturan ini dianggap cukup, bila telah mengetahui secara formil tentang kebenaran (sahnya) hak orang yang menyerahkan benda itu.
5. Urusan perusahaan yang pindah kepada pihak pembeli
Dalam perjanjian jual-beli perusahaan, yang sebaliknya harus dengan akta notarill, harus dicantumkan apa saja yang beralih kepada pembeli. Apakah nama perusahaan, merek, dan goodwill turut beralih? Kalau urusan perusahaan dijual secara”en bloc” sudah tentu semuanya itu akan beralih. Tetapi perlu diingat bahwa penjualan nama perusahaan, merek, dan goodwill adalah tidak mungkin tanpa urusan perusahaan seluruhnya, sebab akan membingungkan para konsumen, langganan, dan kreditur. Jika dalam perjanjian jual beli itu tidak dicantumkan secara khusus barang-barang apa saja yang beralih, maka peralihan barang-barang ada urusan perusahan itu harus dinyatakan dalam akta cessie, yang harus diberitahukan kepada debitur ( pasal 613 ayat (1) KUHPER). Kalau yang akan dipindahkan kepada pembeli itu adalah benda tetap, misalnya tanah, maka peralihan itu harus dilakukan sesuai dengan PP No. 10 tahun 1961 (LN 1961-28) tentang pendaftaran tanah.
6. Pengawasan Atas Peralihan Urusan Peruhaan Asing
Pengawasan atas perusahaan-perusahaan asing telah diatur dengn keputusan bersama mentri perindustrian dan mentri perdagangan tanggal 3 september 1957, No. 2077/M/Perind. atau no. 2430/M/Perdag. Keputusan ini dibuat berdasarkan pasal 3 PP No. 1 tahun 1957, m.b 19 januari 1957. Menurut kepentingan bersama itu setiap orang asing yang akan mendirikan, memperluas atau memindahkan tempat/hak perusahaannyaharus mendapat ijin lebih dahulu dari menteri perdagangan, bila mengenai bidang perdagangan, dan ijin menteri perindustrian, perusahaan semacam itu disebut perusahaan asing.
Yang dimaksud dengan perusahaan asing disini adalah:
1. Perusahaan yang termaksud dalam cabang usaha perniagaan yang tidak dimiliki oleh warga Negara Indonesia.
2. Perusahaan yang termaksud dalam cabang perusahaan yang berbadan hukum atau berbentuk hukum lainnya, dari perusahaan mana satu atau beberapa pemegang sahamnya atau peserta tidak berkebangsaan Indonesia. Izin yang demikian harus dimintakan bagi kantor pusat da masing-masing kantor cabangnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar