Yurisdiksi berkaitan erat dengan masalah hukum, khususnya kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Di dalamnya terdapat pula batas-batas ruang lingkup kekuasaan itu untuk membuat, melaksanakan, dan menerapkan hukum kepada pihak-pihak yang tidak menaatinya. Meskipun yurisdiksi berkaitan erat dengan wilayah, namun keterkaitan ini tidaklah mutlak sifatnya. Negara-negara lain pun dapat mempunyai yurisdiksi untuk mengadili suatu perbuatan yang dilakukan di luar negeri. Disamping itu, ada beberapa orang (subyek hukum) tertentu memiliki kekebalan terhadap yurisdiksi wilayah suatu negara meskipun mereka berada di dalam negara tersebut.
Didalam doktrin terdapat beberapa asas yang biasanya juga disebut “asas-asas tentang berlakunya undang-undang pidana menurut tempat” yaitu:
- Asas territorial atau territorialiteits-beginsel
- Asas kebangsaan atau nationaliteits-beginsel
- Asas perlindungan atau beschermings-beginsel
- Asas persamaan atau universaliteits-beginsel
Asas ini terdapat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi: ”aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana diwilayah Indonesia”. Setiap orang berarti baik orang Indonesia, maupun orang asing, yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak pidana itu orang tidak perlu berada diwilayah Indonesia. Seseorang yang ada diluar negeri dapat pula melakukan delik di Indonesia, hal ini merupakan persoalan mengenai tempat terjadinya delik. Asas teritorial ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal pasal 3 KUHP, yang menyatakan bahwa ”peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan kepada setiap orang yang berada diluar negeri, yang melakukan suatu tindak pidana dalam perahu Indonesia. Menurut prof Simons, berlakunya asas ini didasarkan pada asas kedaulatan suatu negara, yang meliputi seluruh wilayah negara yang bersangkutan, sehingga setiap orang baik yang secara tetap maupun yang untuk sementara berada dalam wilayah negara tersebut, harus menaati dan menundukkan diri pada segala perundang-undangan yang berlaku di negara itu. Wilayah kekuasaan suatu negara meliputi seluruh wilayah daratan yang terdapat dalam negara tersebut, yang batas-batasnya didarat di manapun di dunia ini ditentukan dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh negara tersebut dengan negara atau negara-negara tetangganya, selanjutnya meliputi juga laut sekitar negara-negara tersebut atau sekitar pulau-pulau yang terdapat di dalam negara itu hingga jarak 3 mil laut dari pantai.
Menurut beberapa ahli wilayah kekuasaan suatu negara itu bukan hanya meliputi wilayah-wilayah daratan dan laut teritorial negara yang bersangkutan, melainkan juga meliputi wilayah udara di atas wilayah daratan dan wilayah laut teritorial. Sehingga apa yang terjadi dalam pesawat udara atau didalam balon udara yang sedang berada diatas wilayah daratan atau diatas laut teritorial suatu negara itu, haruslah dianggap sebagai telah terjadi didalam wilayah negara yang bersangkutan.
Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia, yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri maupun diluar negeri. Mengenai orang Indonesia yang melakukan tindak pidana didalam negeri tidak dipersoalkan. Kalau ia melakukan tindak pidana diluar negeri maka ada ketentuan, yang terdapat dalam pasal 5 KUHP.
Disini disebut dua golongan tindak pidana :
a. Kejahatan terhadap keamanan negara, terhadap martabat presiden, penghasutan, penyebaran surat-surat yang mengandung penghasutan, membuat tidak cakap untuk dinas milter, bigami dan perompakan
b. Tindak pidana yang menurut undang-undang Indonesia dianggap sebagai kejahatan yang dinegeri tempat pidana dilakukan itu diancam dengan pidana.
Ayat 2 dari pasal 5 merupakan perluasan, misalnya ada warga negara ni negeri A setelah melakukan tindak pidana, kemudian datang di Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia (setelah naturalisasi) ia dapat diadili menurut undang-undang pidana Indonesia. Tindak pidananya harus berupa kejahatan bagi undang-undang pidana Indonesia. Pasal 6 memperlunak asas kebangsaan itu, mengenai tindak pidana golongan kedua itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkan pidana mati menurut undang-undang negeri tempat perbuatan itu dilakukan.
Asas ini memuat prinsip bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum negara Indonesia, baik itu dilakukan oleh warga negara Indonesia atau bukan yang dilakukan di luar Indonesia. Kejahatan-kejahatan itu terbagi dalam 5 kategori (golongan):
1. Kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden
2. Kejahatan tentang materai atau merek yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
3. Pemalsuan surat-surat hutang dan sertifikasi hutang atas beban Indonesia, daerah atau sebagian dari daerah, surat bunga yang termaksud surat-surat itu, dan juga surat-surat dikeluarkan untuk mengganti surat-surat itu, atau dengan sengaja mepergunakan surat palsu atau yang dipalsukan tarsebut, seolah olah tulon tersebut tidak dipalsukan.
4. Kejahatan jabatan yang tercantum dalam titel XXVIII buku ke II yang dilakukan oleh pegawai negeri Indonesia di luar negeri
5. Kejahatan pelayaran yang tercantum dalam titel XXIX buku ke II, pelanggaran pelayaran dan juga tindak pidana yang tercantum dalam peraturan-peraturan umum tentang surat-surat laut dan kapal di Indonesia dan ordonansi kapal laut tahun 1927, yang dilakukan oleh nahkoda dan penumpang alat pelayar Indonesia yang ada diluar negeri, baik itu berada di dalam kapal maupun diluar kapal
Asas perlindungan ini melindungi kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan individu, oleh karena itu asas ini disebut juga asas nasional pasif.
4. Asas persamaan[
Menurut asas persamaan, setiap negara mempunyai kewajiban untuk turut serta dalam usaha memelihara keamanan dan ketertiban dunia dengan negara-negara lain. Walaupun dengan sangat terbatas, asas ini juga dianut oleh undang-undang kita, yaitu seperti yang terdapat antara lain dalam pasal 438 dan 444 KUHP, yang mengancam dengan hukuman-hukuman terhadap siapa saja yang telah bersalah melakukan pembajakandi laut dengan segala akibat yang mungkin dapat timbul karena perbuatan tersebut. Asas persamaan ini juga dapat kita jumpai dalam ketentuan-ketentuan pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 4 angka 2 dan pasal 4 angka 4 KUHP sejauh kepentingan-kepentingan negara lain juga dilindungi oleh ketentuan-ketentuan pidana tersebut. Pasal 4 angka 2 KUHP itu semula dibentuk semata-mata untuk melindungi mata uang dan uang kertas negara ataupun uang kertas yang telah dikeluarkan oleh bank sirkulasi, akan tetapi sejak tahun 1932 yang harus dilindungi bukan hanya mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sirkulasi di indonesia saja, melainkan juga mata uang dan uang kertas negara-negara lain, sehingga tidak salah kiranya apabila orang berpendapat bahwa pasal 4 angka 2 KUHP itu mengandung asas persamaan. Dengan demikian, maka apabila ada orang asing yang memalsukan mata uang atau uang kertas negara asalnya indonesia, orang tersebut akan dituntut dan diadili menurut undang-undang pidana yang berlaku di negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar