Sejarah Keberadaan Viktimologi
Pakar viktimologi, Arif Gosita memberikan gambaran mengenai perkembangan keilmuan viktimologi yang secara ringkasnya sebagai berikut; adalah W.H Nagel (1949) yang melakukan mengenai korban dalam tulisannya the Criminaliteit van Oss, Groningen”, kemudian pada Desember 1958 saat berlangsungnya Konferensi Kriminologi di Brussel, dimensi korban mulai diperbincangkan, P. Cornil (1959) menekankan perlunya perhatian lebih besar terhadap korban terlebih dalam hal pembentukkan kebijaksanaan kriminil. Perhatian terhadap korban diwujudkan dalam Simposium Internasional mengenai Viktimologi di Jerusalem pada 5-6 September 1973 dan dilanjutkan pada Simposium kedua di Boston pada 5-9 September 1976.
Pertanyaan yang muncul kemudian, bagaimana batasan mengenai korban itu sendiri? Benjamin Mendelsohn sebagai penggagas pertama istilah viktimologi, dalam sebuah makalah berjudul ew Bio-psycho-social Horizon; Victimology” memberikan batasan mengenai korban dengan upaya pendekatan korban dari segi biologis, psikologis dan sosial, namun beberapa pakar memberikan kritik terhadap pendapat ini karena Mendelsohn dalam memberikan pendekatan masih menggunakan penelitian terhadap petindak pelanggaran (penjahat) yang mana masih menggunakan perspektif kriminologi yang dianggap sudah agak kuno.
Von Hentig memberikan kontribusi keilmuan melalui tulisannya pada 1941 berjudul “Remarks on the Interaction of Prepertator and Victim” dan the Criminal and His Victim” (1948) yang memberikan gambaran hubungan antara Pelaku Kejahatan dengan Korbannya.
Dalam melihat hubungan antara kejahatan dengan korban, JE. Sahetapy mempunyai pendapat yang berbeda. JE Sahetapy menawarkan suatu istilah ”viktimitas” berasal dari kata ”victimity”, dimana Sahetapy menginginkan adanya pembatasan hubungan antara masalah korban dengan faktor kejahatan. tadi kalau kita beranjak dari pangkal tolak viktimitas, maka dengan sendirinya masalah korban tidak perlu selalu dihubungkan dengan faktor kejahatan”
Tujuan Viktimologi
Sebagaimana diketahui bahwa viktimologi juga merupakan sarana penanggulangan kejahatan/ mengantisipasi perkembangan kriminalitas dalam masyarakat. sehingga viktimologi sebagai sarana penanggulangan kejahatan juga masuk kedalam salah satu proses Kebijakan Publik.
Antisipasi kejahatan yang dimaksud meliputi perkembangan atau frekuensi kejahatan, kualitas kejahatan, intensitas kejahatandan kemungkinan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru.
Konsekuensi logis dari meningkatnya kejahatan atau kriminalitas adalah bertambahnya jumlah korban, sehingga penuangan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan korban dan tanpa mengenyampingkan pelaku mutlak untuk dilakukan, sehingga studi tentang viktimologi perlu untuk dikembangkan. Adanya ungkapan bahwa seseorang lebih mudah membentengi diri untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum dari pada menghindari diri dari menjadi korban kejahatan. Menurut Muladi viktimologi merupakan studi yang bertujuan untuk :
Antisipasi kejahatan yang dimaksud meliputi perkembangan atau frekuensi kejahatan, kualitas kejahatan, intensitas kejahatandan kemungkinan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru.
Konsekuensi logis dari meningkatnya kejahatan atau kriminalitas adalah bertambahnya jumlah korban, sehingga penuangan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan korban dan tanpa mengenyampingkan pelaku mutlak untuk dilakukan, sehingga studi tentang viktimologi perlu untuk dikembangkan. Adanya ungkapan bahwa seseorang lebih mudah membentengi diri untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum dari pada menghindari diri dari menjadi korban kejahatan. Menurut Muladi viktimologi merupakan studi yang bertujuan untuk :
- Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban;
- Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi;
- Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan manusia.
Fungsi Viktimologi
Viktimologi mempunyai fungsi untuk mempelajari sejauh mana peran dari seorang korban dalam terjadinya tindak pidana, serta bagaimana perlindungan yang harus diberikan oleh pemeritah terhadap seseorang yang telah menjadi korban kejahatan. Disini dapat terlihat bahwa korban sebenarnya juga berperan dalam terjadinya tindak pidana pencurian, walaupun peran korban disini bersifat pasif tapi korban juga memiliki andil yang fungsional dalam terjadinya kejahatan. Pada kenyataanya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin timbul suatu kejahatan kalau tidak ada si korban kejahatan, yang merupakan peserta utama dan si penjahat atau pelaku dalam hal terjadinya suatu kejahatan dan hal pemenuhan kepentingan si pelaku yang berakibat pada penderitaan si korban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa korban mempunyai tanggung jawab fungsional dalam terjadinya kejahatan.
Manfaat Viktimologi
Manfaat Viktimologi sebagai Bekal Pemahaman dan Perlindungan terhadap Korban bagi Calon Penegak Hukum. [1]
Setelah memahami bagaimana awal perkembangan keilmuan viktimologi dan siapa korban, maka tahap berikutnya perlu kita mengetahui bagaimana manfaat keilmuan viktimologi sebagai bahan pemikiran dan pemahaman dalam upaya perlindungan terhadap korban, yang mana hal ini ditujukan bagi calon penegak hukum (mahasiswa) atau bahkan bagi penegak hukum itu sendiri (praktisi, polisi, hakim, jaksa) bahkan pembuat kebijakan.
Arif Gosita merumuskan beberapa manfaat dari studi mengenai korban antara lain:[2]
1. Viktimologi mempelajari hakikat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban, apa artinya viktimisasi dan proses viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam proses viktimisasi. Akibat dari pemahaman itu, maka akan diciptakan pengertian-pengertian, etiologi kriminal dan konsepsi-konsepsi mengenai usaha-usaha yang preventif, represif dan tindak lanjut dalam menghadapi dan menanggulangi permasalahan viktimisasi kriminal di berbagai bidang kehidupan dan penghidupan;
2. Viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, fisik dan sosial. Tujuannya, tidaklah untuk menyanjung (eulogize) korban, tetapi hanya untuk memberikan beberapa penjelasan mengenai kedudukan dan peran korban serta hubungannya dengan pihak pelaku serta pihak lain. Kejelasan ini sangat penting dalam upaya pencegahan terhadap berbagai macam viktimisasi, demi menegakkan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang terlihat langsung atau tidak langsung dalam eksistensi suatu viktimisasi.
3. Viktimologi memberikan keyakinan, bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban untuk mengetahui mengenai bahaya yang dihadapinya berkaitan dengan kehidupan, pekerjaan mereka. Terutama dalam bidang penyuluhan dan pembinaan untuk tidak menjadi korban struktural atau non struktural. Tujuannya, bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk memberikan pengetian yang baik dan agar waspada. Mengusahakan keamanan atau hidup aman seseorang meliputi pengetahuan yang seluas-luasnya mengenai bagaimana menghadapi bahaya dan juga bagaimana menghindarinya.
4. Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang tidak langsung, misalnya: efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyuapan oleh suatu korporasi internasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat polusi industri, terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosial setiap kali seorang pejabat menyalahgunakan jabatan dalam pemerintahan untuk keuntungan sendiri. Dengan demikian dimungkinkan menentukan asal mula viktimisasi, mencari sarana menghadapi suatu kasus, mengetahui terlebih dahulu kasus-kasus (antisipasi), mengatasi akibat-akibat merusak, dan mencegah pelanggaran, kejahatan lebih lanjut (diagnosa viktimologis);
5. Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah penyelesaian viktimisasi kriminal, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam keputusan-keputusan peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku kriminal. Mempelajari korban dari dan dalam proses peradilan kriminal, merupakan juga studi mengenai hak dan kewajiban asasi manusia.Uraian di atas pada dasarnya ada tiga hal pokok berkenaan dengan manfaat studi tentang korban yaitu:
a. manfaat yang berkenaan dengan pemahaman batasan korban, pencipta korban proses terjadinya -hak korban
b. manfaat yang berkenaan dengan penjelasan tentang peran korban dalam suatu tindak pidana, usaha membela hak-hak korban dan perlindungan hukumnya;
c. manfaat yang berkenaan dengan usaha pencegahan terjadinya korban.
Lebih spesifik lagi Dikdik M. Mansur dan Elisatris Gultom memberikan gambaran manfaat bagi pihak penegak hukum, sebagai berikut ;[3]
Bagi aparat kepolisian, viktimologi sangat membantu dalam upaya penanggulangan kejahatan. Melalui viktimologi akan mudah diketahui latar belakang yang mendorong terjadinya kejahatan, seberapa besar peranan korban pada terjadinya kejahatan, bagaimana modus operandi yang biasanya dilakukan oleh pelaku dalam menjalankan aksinya serta aspek aspek lainnya yang terkait. Bagi Kejaksaan, khususnya dalam proses penuntutan perkara pidana di pengadilan, viktimologi dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan berat ringannya tuntutan yang akan diajukan kepada terdakwa, mengingat dalam praktiknya sering dijumpai korban kejahatan turut menjadi pemicu terjadinya kejahatan. Bagi hakim tidak hanya menempatkan korban sebagai saksi dalam persidangan suatu perkara pidana, tetapi juga turut memahami kepentingan dan penderitaan korban akibat dari sebuah kejahatan atau tindak pidana, sehingga apa yang menjadi harapan dari korban terhadap pelaku sedikit banyak dapat terkonkritisasi dalam putusan hakim.
[2] . Dikdik M. Arief Mansur, SH., MH. Elisatris Gultom, SH., MH, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal 63-65.
[3].http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=fungsi%20viktimologi&source=web&cd=10&sqi=2&ved=0CE8QFjAJ&url=http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/2%2520URGENSI%2520PERLINDUNGAN%2520KORBAN%2520KEJAHATAN.PDF&ei=1QSETqzIMc2srAey6ZXNDA&usg=AFQjCNHz9HbeAdTjAVwprX1pm2iLCF-bcw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar